Untuk Kamu; yang Tak Benar-Benar Pergi

, by Unknown

Hai, Tama…
Kamu apa kabar hari ini? Aku yakin kamu bahagia di sana.
Hmmmhh…
Entah mengapa aku begitu merindukanmu akhir-akhir ini. Sangat. Bahkan sebelum kau benar-benar pergi; menuju keabadian. Memang. Aku ini perempuan cengeng. Tapi aku tak tahu lagi bagaimana mendemokan perasaan rinduku padamu kecuali hanya dengan do’a; disertai derai air mata.
Yaaa… aku tahu kau begitu membenci setiap air mataku yang jatuh. Tapi, mau bagaimana lagi? Air mata ini terus jatuh, mendesak keluar; meski setengah mati aku tak mengizinkan.
Wigutama
Entah mengapa orang sebaik dirimu secepat ini meninggalkanku. Apa mungkin Tuhan terlalu menyayangimu? Tapi, apa kau yakin aku bisa lalui hari tanpa sosokmu lagi? Haaah, apa gunanya aku mengeluh? Aku hanya membuatmu khawatir di sana, ya? Maaf. Untuk kali ini aku belum sepenuhnya yakin akan diriku. Aku masih membutuhkanmu… But, I will try.

Sebelum kau pergi…
Sebelum kau pergi, setiap malam, hampir setiap malam ingatan tengtangmu, tentang kita begitu menguat. Aku bagai menonton film yang kubintangi sendiri, dimana di situ hanya ada aku, kamu –kenangan. Bagai slide-slide memori yang membentangkan cerita kita. Saat itu aku merasa, aku tak sendirian. Aku begitu yakin bayangmu yang semula semu, perlahan-lahan,diiringi detik yang terus berdetak, semua menjadi nyata. Mempertegas sinar parasmu, memperjelas senyummu. Sampai aku terlelap; dihiasi senyum terindah tercetak di bibirku –menuju alam mimpi, dimana aku dengan bebasnya menjamah senyummu, memeluk setiap jengkal tubuhmu. Ya, hanya dalam mimpi.
Hingga pagi menyadarkanku, bayangmu masih saja semu. Dan senyumku masih saja palsu.

Kabarmu, aku mendengar kabarmu lewat pesan singkat yang dibuat oleh jemari adikmu, Arimbi, malam itu. Kau tahu, seketika aku terdiam. Bisu. Aku tak ingin mengeluarkan air mata. Sungguh. Tapi sekali lagi, ia memaksa keluar meski sekuat tenaga aku tak mengizinkan. Dia bilang kau sudah tenang bersama Tuhan, lalu pertanyaannya; Apa aku benar-benar tenang? Entahlah. Kau bisa lihat sendiri.
13 Desember 2013 pukul 20:07 WIB
Kau menghembuskan nafas terakhir. Tangisku pecah. Ini lebih menyakitkan dibanding saat aku mendengar kau koma di Rumah Sakit, berjuang melawan waktu. Semakin lama semakin kuat, semakin deras. Apa aku terlihat bodoh? Iya. Seharusnya aku bersyukur, Tuhan begitu mencintai sehabatku; mungkin melebihi cintaku. Sudah. Aku tak ingin berlama-lama larut dalam kesedihanku. Kau tahu aku bukan tipe perempuan yang suka mellow, kan? Sekuat tenaga aku mencipta senyum palsu, hingga perlahan aku sadar, senyum itu tak lagi palsu. Ia menjelma menjadi senyum penyemangatku. Kau tahu kekasihku tak pernah membiarkan kepalsuan mengiringi senyumku. Ia tahu bagaimana membuatku tertawa seperti yang kau lakukan dulu. Bukan berniat untuk membandingkan, kalian memang hebat. Ia selalu ada, selalu ada; semoga. Hey, aku pernah bercerita tentangnya padamu, kan? Iya, dia yang selalu bias mencipta senyumku saat aku bersamanya. Aku mencintainya….

Sayangnya, kau hanya mengenal dia lewat pesan singkat saja, tanpa bertemu. Andai waktumu sedikit lebih banyak….

Sekarang, kau pergi  –meski aku yakin kau tak benar-benar pergi. Aku meyakinkan diriku bahwa aku tak berjuang sendiri. Kamu masih bersamaku; bahkan lebih dekat. Aku tak ingin membuatmu kecewa di sana. Senyumku, akan kuciptakan yang terindah untukmu. Tangisku, tak akan kubiarkan ia jatuh hanya untuk menyesali kepergianmu. Senyum dan airmata, akan kubingkai mereka menjadi satu; kusebut itu do’a.
Semoga kamu tenang di sana, ya? Aku tak berjanji akan melewati hariku seperti biasa dengan segala keceriaanku, tapi aku akan berusaha. Aku ingat kau tak suka dijanjikan sesuatu. J
Suatu saat kau pasti bangga padaku. Lalu bilang pada malaikatmu, “Hey, dia itu adikku. Dia sahabat terbaikkku!”.

Tunggu aku, ya? J





Untuk seseorang yang tak benar-benar meninggalkanku.
Yang selalu ada di setiap sudut hatiku. Yang selalu menjagaku:
Selamat jalan, Widya Putra Wigutama.

Aku menyayangimu, selalu {} 

0 komentar:

Posting Komentar